Langsung ke konten utama

There is No Free Lunch

gambar dari notesofika.wordpress.com
Alkisah ada seorang anak laki-laki berbadan cacat, tanpa kedua tangan, terbiasa difasilitasi oleh orang tuanya. Apapun yang dimintanya, orang tua dengan sigap segera memenuhinya. Segala yang dibutuhkan si anak sudah disediakan, si anak tinggal berteriak, meminta, maka semua orang melayaninya. Hal itu berlangsung sangat lama sampai akhirnya orang tuanya meninggal, seluruh hartanya habis dan semua orang meninggalkannya.

Anak itu kini telah tumbuh menjadi pemuda berbadan tinggi, dan tetap tanpa tangan. Terbiasa dilayani semua orang membuatnya hidup di bawah belas kasih orang lain. Setiap dia lapar dia tinggal mengemis kepada setiap orang. Melihat badannya yang tidak lengkap, orang pada umumnya terenyuh untuk membantunya. Dia menjadi pengemis, dan dia nyaman hidup dengan gaya seperti itu.

Suatu hari si pemuda tanpa tangan masuk ke sebuah warung nasi dan mengemis meminta makan siang.
Pemuda: Bu, saya lapar. Bolehkah saya meminta makan? Saya belum makan dari tadai pagi.
[Ibu pemilik warung melihat pemuda yang tak bertangan, kemudian berkata]
Si Ibu: Boleh! Tapi tolong lakukan sesuatu.
Pemuda: Terima kasih! Apa yang perlu saya lakukan? Apa yang bisa saya bantu?
Si Ibu: Kamu lihat tumpukan batu bata merah di belakang rumah saya? 
[si anak mengangguk]
Si Ibu: Nah, pindahkan semuanya ke depan rumah saya. Taruh di pinggir sana.
Pemuda: Ba.. ba.. bagaimana saya bisa melakukannya? saya tidak memiliki tangan seperti kebanyakan orang?
Si Ibu: Syaratnya hanya itu, kalau kamu tidak mau, tidak ada makan siang.
Pemuda: baiklah.....
Dengan malas dia lakukan demi dapat makan siang. Satu demi satu dia pindahkan sebagaimana yang diminta si ibu pemilik warung nasi. Lama-lama dia sudah terbiasa dan mulai menambah batu bata yang bisa dia bawa. Dua, tiga, empat, lima, bahkan akhirnya dia bisa membawa sepuluh batu dalam genggaman dada, pundak dan dagunya.

Selesai memindahkan batu bata, di ibu pemilik warung berkata:
Si Ibu: Terima kasih sudah membantu. Ini makan siangmu, dan ini uang sekedar untuk ongkos pulang.
Pemuda: terima kasih, Bu!
Dia merasa lelah. Tapi ada setitik kebanggaan, dia bisa melakukan sesuatu untuk hidupnya tanpa mengemis.

Dua hari berikutnya, si pemuda tak bertangan kembali ke warung nasi dan meminta makan siang kembali.
Si pemuda: Bu, dapatkah saya meminta makan siang?
Si ibu: Boleh. Seperti kemarin, bisa bantu saya dulu?
Si pemuda: apa yang bisa saya bantu?
Si ibu: kamu lihat batu bata merah yang tertumpuk di depan rumah? Pindahkan dan tumpuk rapi ke belakang rumah.
Si pemuda: bukankah itu yang saya pindahkan kemarin? mengapa harus dipindahkan lagi?
Si ibu: Nak. Kamu harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. bukan hanya menengadahkan tangan dan mengemis.
Si pemuda: apakah tidak ada pekerjaan lain yang bisa saya kerjakan?
Si ibu: itulah syaratnya. kau lakukan itu, makan siang kau dapatkan.
Si pemuda: OK!
Dia mulai memindahkan batu bata tersebut. Namun bukan satu persatu seperti yang dilakukannya kemarin, dia sudah bisa memulai dengan membawa lima, enam, tujuh, sampai sepuluh batu bata dalam cengkraman perut, pundak, dan dagunya. Si pemuda dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat karena sudah terbiasa.
Si ibu: ini makan siangmu, Nak! Dan ini sekedar untuk ongkos pulang.
Si pemuda: Terima kasih

Si ibu pemilik warung nasi menunggu kedatangan pemuda tak bertangan, namun dia tak datang. satu hari, dua hari, satu minggu, dua minggu, bahkan sampai beberapa bulan dia tidak pernah datang lagi sampai akhirnya si ibu sudah lupa dengan si pemuda tersbut.

Suatu hari, si ibu sudah tidak berjualan lagi, ia sedang menikmati hari tuanya. Ketika ia tengah duduk menikmati indahnya langit sore, berhentilah sebuah mobil mewah di depan rumahnya, Seorang laki-laki keluarlah dari mobil tersebut. Ia bertanya-tanya siapakah gerangan tamunya ini? Ia merasa tidak memiliki saudara dengan wajah yang ia lihat. Namun sekejap ia merasa pernah mengenal wajah laki-laki yang berjas rapi, kemudian ia terhenyak ketika ingat bahwa laki-laki ini adalah pemuda tak berlengan yang dulu pernah meminta makan siang.

Tamu: Assalamu alaikum
Ibu: Waalaikum salam
Tamu: Ibu masih ingat saya?
Ibu: Masih, Nak. Mau makan siang? sayang sekali sekarang sudah sore.
Laki-laki tak bertangan ini tersenyum bahagia, kata-kata terakhir si ibu menunjukan bahwa beliau masih mengenalnya.
Tamu: Tidak, Bu! terima kasih, saya sudah makan tadi siang. Tapi tidak harus memindahkan batu bata dulu.
[Keduanya tertawa]
Tamu: Bu, sudah satu tahun ini saya mencari-cari ibu. saya mendatangi warung nasi yang dulu ibu gunakan, tapi saya tidak mendapati ibu. Alhamdulillah ada yang memberitahu bahwa ibu sudah pulang kampung dan sudah dia memberi alamat ini.
Ibu: bagaimana kehidupanmu, Nak? Setelah hari kedua kau datang, ibu menunggu-nunggu kembali kedatanganmu. tapi kau tak datang. mungkin kau mau bercerita bagaimana kehidupanmu setelah hari itu?
Tamu: Hari pertama ibu meminta saya memindahkan batu bata merah, terus terang saya marah. Kenapa untuk makan saja, Ibu menyuruh saya  memindahkan batu bata? Makanya besoknya saya tidak datang lagi. Namun hari itu saya kelaparan, saya tidak mendapatkan orang yang mau memberi saya makan cuma-cuma. Besoknya saya datang lagi ke warung nasi ibu dengan harapan saya bisa mendapatkan makan tanpa harus cape memindahkan batu bata, karena batu bata sudah dipindahkan sesuai keinginan ibu. Ternyata saya salah. Ibu menyuruh saya memindahkan batu bata itu lagi ke tempat semula. Dari situ saya faham, ibu tidak membutuhkan tenaga saya, tapi ibu ingin membelajarkan saya makna sebuah usaha, makna sebuah ikhtiar. Setelah hari itu, saya belajar untuk barusaha memenuhi kebutuhan pribadi tanpa harus meminta-minta. Saya bekerja keras. belajar, dan terus belajar. Alhamdulillah, hidup saya berubah. Sekarang saya memiliki perusahaan sendiri, saya bisa bermanfaat bagi orang lain, saya bisa memberi lapangan pekerjaan untuk orang-orang yang membutuhkan. Terima kasih, Bu! Ibu lah yang mengajarkan saya sampai saya bisa seperti ini.
Tanpa terasa air matanya meleleh mendengar cerita itu. Dia kehabisan kata-kata untuk mengomentari cerita itu.
Tamu: Saya datang hari ini untuk berterima kasih. Terimalah cek ini, sekedar ucapan terima kasih saya atas pelajaran berharga yang ibu ajarkan, walau saya tahu pelajaran ini tak mungkin tergantikan dengan berapa rupiah pun. 
Laki-laki itu menyerahkan cek kosong yang diterima si ibu tanpa bisa berbicara sedikitpun.
Tamu: Silakan ibu tuliskan berapapun uang yang ibu butuhkan.
Si ibu tanpa ragu menuliskan angka 5milyar rupiah.
Ibu: Nak! kebahagiaan seorang ibu bukan pada uang. Keberhasilan yang kau ceritakan tadi jauh lebih berharga dibanding uang yang ibu tuliskan. Ambilah kembali cek ini. masih banyak orang yang membutuhkan bantuanmu. Aku sudah merasa cukup dengan keadaanku sekarang.
Laki-laki: Ibu memang memiliki hati seluas samudera, selembut sutra, seindah permata. Walaupun saya bukan anak kandung ibu, saya bangga bisa bertemu dan dipanggil anak oleh ibu.
Ibu:: Nak, tolong sampaikan pada orang-orang yang kau sayangi, yang kau cintai, bahwa TIDAK ADA MAKAN SIANG GRATIS. Segalanya perlu usaha, perlu ikhtiar, tangan yang selalu tertadah untuk meminta belaskasihan orang, hanya dimiliki orang yang kelak di akhirat mukanya penuh dengan noktah, penuh dengan borok-borok yang menjijikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memasuki Ramadhan. Perhatikan Kata-Kata

Memasuki Ramadhan, SEDIKITKAN BICARA TANPA MAKNA, APALAGI PERKATAAN PORNO! Karena Nabi kita yang mulia, shallallahu 'alaihi wasallam, bersabda:  ليس الصيام من الأكل والشرب، إنما الصيام من اللغو والرفث  "Puasa itu bukan sekedar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi puasa itu menahan diri dari PERKATAAN LAGHWAH DAN RAFATS " (HR Ibnu Majah dan Hakim. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Tarhib wa Tarhib 1082)  Apa itu perkataan LAGHWAH? Perkataan LAGHWAH adalah perkataan yang sia-sia, tanpa makna, tidak memberi kebaikan di dunia apalagi di akhirat.  Apa itu perkataan RAFATS? Perkataan RAFATS adalah kiasan untuk aktifitas hubungan seksual, berkata jorok, porno, atau segala sesuatu yang mengarah kepada aktifitas tersebut.  Semoga Allah membimbing kita untuk mendapatkan kebaikan ramadhan. Karena kalau tidak mendapatkan kebaikan di bulan ini, lalu kapan lagi?   #ramadhankareem #ramadhan2023 #ramadhan #رمضان_كريم

I'tikaf Ramadhan 1444 H

Lailatul Qadr atau malam kemuliaan adalah malam yang lebih baik dibanding 1000 bulan. Demikianlah Allah menjelaskannya dalam Al-Quran. Sehingga, orang yang beribadah di malam itu walau hanya satu rakaat shalat, walah hanya satu huruf Al-Quran, maka itu lebih baik dibanding 30.000 kali diulang (1000bulan x 30hari).  Malam ini hanya terjadi satu kali dalam satu tahun. Maka kalau kita memiliki 360 malam dalam satu tahun, rasanya wajar kita merelakannya 10 malam saja untuk meraih keuntungan yang lebih baik dan lebih indah dibanding 1000 bulan. Masalahnya adalah kita tidak tahu malam keberapa lailatul qadr itu hadir. Oleh karena itulah, Rasulullah ﷺ melaksanakan I’tikaf di masjid di malam-malam akhir Ramadhan, agar tidak terlewat mendapatkan lailatul qadr. Secara Bahasa I’tikaf اعتكاف adalah masdar dari اعتكف يعتكف artinya menetap di satu tempat. Sedangkan secara istilah syar’i I’tikaf adalah ‏الإقامة في المسجد بنية العبادة أو التفرغ للعبادة فقط‏ .   " Berdiam diri di masjid deng

Gen Santri Adalah Pejuang

Mendekati tanggal 22 Oktober yang diperingati sebagai Hari Santri, penulis terpikir untuk menghadirkan penggalan makalah yang berisi tentang sejarah pesantren dan perjuangan para santri dan kiayi di masa penjajahan. Berikut adalah penggalan makalah yang pernah penulis buat dengan beberapa penyesuaian untuk dipublish juga di website www.baiturrahman.com .  Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan umat Islam tertua yang telah mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam catatan sejarah, bahkan pondok pesantren telah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka. Dikatakan bahwa ketika para pendakwah Islam abad ke-14 sampai ke-15, yang kita kenal dengan walisongo, mereka mendakwahkan Islam salah satunya dengan membangun lembaga pendidikan berupa pondok pesantren. Tercatat bahwa Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen, berdiri sejak tahun 1475 (abad ke-15 M) yang didirikan oleh Syaikh As-Sayyid Abdul Kahfi Al-Hasani. Beliau adalah salah seorang sayyid (keturunan Nabi Muhammad ﷺ yang b