ilustrasi dari thestayathomemother.com |
Tibalah waktunya Nanda kecil memperlihatkan hasil gambarnya. Walaupun Nanda harus berusaha melawan kantuk, yang peting dapat bertemu dengan Ayah-Bundanya. Dengan bangga Nanda kecil berkata: "Bunda-bunda, Nanda tadi menggambar di sekolah. Bunda mau lihat?""Waahhh.... mau sayang, mana coba Bunda lihat gambar kamu." kata sang Bunda sambil membungkukan badannya. Nanda kecil pun memperlihatkan gambarnya dengan sangat bangga, sambil berkata: "Bunda, tahu gak, Nanda menggambar dengan judul "MY SWEET HOME." Bunda dan Ayah melihat gambar anaknya seraya bertanya: "Ini siapa sayang?" kata Ayah. "Ini Nanda, Ayah." kata Nanda dengan nada manja. "Terus yang ini siapa?" kata Bunda. "Kalau ini kakak," kata Nanda. "Terus kalau dua orang yang peluk kamu ini siapa?" tanya Bunda. "Ini Mbak dan Suster." kata Nanda dengan polos. "Ayah dan Bunda dimana sayang?" tanya Bunda dengan suara yang terdengar berat karena menahan tangis. "Ayah dan Bunda kan di kantor, jadi nggak ada di rumah" lanjut Nanda dengan nada polos. Ayah dan Bunda saling memandang, tak satu kata pun sanggup mereka ucapkan mendengar kata-kata polos dari anaknya yang mereka sayangi.
Dilihatnya wajah Nanda dengan penuh rasa bersalah, kemudian dipeluknya erat-erat sambil menangis sejadi-jadinya. "Sayang, apa yang harus Bunda lakukan, apa yang harus Ayah lakukan supaya Ayah & Bunda ada di rumahmu?" tanya Bunda. "Nanda sayang, besok kamu ke sekolah Bunda yang anter, ya! Mau?" Nanda mengangguk dan wajahnya terlihat senang mendengar Bundanya akan mengantar sekolah.
Pertama kali mendengar kisah ini dari Ayah Edy, saya sangat terkejut. Terasa genangan air mata yang hampir keluar. Saya sempat berfikir apa yang akan digambar oleh anak saya ketika dia diminta gurunya menggambar dengan tema yang serupa, "MY SWEET HOME." Akankah saya sebagai Ayahnya hadir di dalam rumahnya yang mungil? Atau dia akan memasukan gambar orang lain karena ayahnya hanya ia anggap sebagai tamu yang rutin numpang tidur di rumahnya?
Teringat cerita salah seorang teman. Dia memiliki tetangga yang anaknya menguasai banyak kosa kata dalam bahasa arab. Anak ini bisa menyebutkan berbagai benda dengan Bahasa Arab. Seluruh tetangga memandang wajar, toh anak guru bahasa arab. Namun mengejutkan ketika si anak ini ditanya "kamu belajar bahasa arab sama ibu, ya?" Jawab si anak: "nggak, aku diajarin bahasa arab sama ibu x", dia menyebut nama tetangganya, bukan nama ibunya. Saya yakin, perasaan si ibu tercabik ketika mendengar anaknya pintar bahasa arab di tangan orang lain, sementara dia sendiri mengajarkan bahasa arab kepada semua muridnya.
Ah.... sebelum semua itu terjadi (sebelum anak saya diminta menggambar "MY SWEET HOME," sebelum anak saya ditanya siapa yang ngajarin ngaji, dan sebagainya), segera saya ubah kebiasaan. Saya sisihkan waktu setiap malam untuk sekedar menemaninya belajar ngaji (karena saya guru ngaji). Saya temani dia mengulang hafalan surat-surat pendeknya, dan sekedar membacakan cerita sebelum dia mulai terlelap. Dan kelak saya akan sangat bangga ketika anak saya ditanya oleh malaikat: "Mengapa kamu begitu fasih membaca Al_quran? Mengapa kamu begitu mencintai Al-Quran? Mengapa kamu begitu bersemangat menjadi sahabat Al-Quran dan mengamalkan Al-Quran?" Dengan bangga anak saya menjawab: "Karena saya diajari sama AYAH."
Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wadzurriyatinaa qurrata a'yunin, waj'alnaa lilmuttaqiina imaamaan ( "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.) Amin.
Komentar
Posting Komentar